Patung Raja Manganitu ke-3 Bataha Santiago di Pulau Miangas, Kabupaten Tahuna, Sulawesi Utara. (Foto: Ist)

JAKARTA, iNews.id - Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan menganugerahkan gelar pahlawan nasional kepada enam tokoh saat peringatan Hari Pahlawan 10 November 2023. Satu di antaranya Bataha Santiago, Raja Manganitu 3 yang merupakan tokoh Nusa Utara, Kabupaten Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara.

Dengan gelar ini, Bataha Santiago akan menjadi pahlawan nasional asal Sulawesi Utara yang ke-18 sepanjang perjalanan bangsa ini. 

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan, 6 tokoh itu dinilai memiliki peran yang luar biasa dalam memperjuangkan kemerdekaan dan atau ikut mengisi kemerdekaan dengan pengabdian dan perjuangan yang luar biasa jasanya kepada negara.

Keenam nama tokoh yang mendapat gelar pahlawan nasional yakni Ida Dewi Agung Jambe, Bali, Bataha Santiago, Sulawesi Utara, M Tabrani, Jawa Timur, Ratu Kalinyamat, Jawa Tengah, KH Abdul Chalim, Jawa Barat dan KH Ahmad Hanafiah, Lampung.

Siapakah Bataha Santiago?

Bataha Santiago merupakan raja ketiga Kerajaan Manganitu yang memiliki nama lengkap Don Jugov (Jogolov) Sint Santiago (Bataha berarti sakti). Dia lahir di Desa Bowongtiwo-Kauhis, Manganitu, Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara pada tahun 1622.

Bataha Santiago menjadi raja sejak 1670 hingga 1675 atau selama 5 tahun. Sosoknya menjadi satu-satunya raja di Kepulauan Sangihe yang berpendirian keras menolak menandatangani perjanjian dagang dengan VOC (Vereenigde Oost Indische Compagnie) Belanda.

VOC mencoba beberapa kali memaksa Santiago untuk menandatangani kontrak panjang (lange Contract) yang ditolaknya dengan pengumuman perang terhadap VOC. Kontrak tersebut berisi instruksi untuk menghilangkan tanaman cengkih dan benda-benda yang dianggap kafir oleh VOC.

Sultan Kaitjil Sibori, anak Sultan Mandarsyah dimanfaatkan VOC untuk membujuk Santiago agar menandatangani kontrak, namun dia tetap menolak.

Akhirnya, VOC mengirim Sultan Kaitjil Sibori ke Sangihe untuk mempersunting Maimuna, putri Raja VI Tabukan dengan harapan bisa masuk ke Sangihe. Pasukan VOC dan pasukan Kerajaan Manganitu yang dipimpin Santiago terlibat pertempuran di laut selama beberapa hari.

Pertempuran itu mengakibatkan banyak korban di kedua belah pihak. VOC akhirnya mundur karena kerugian besar dan mencoba memanfaatkan sahabat dekat Santiago, Sasebohe dan Bawohanggima agar menyerah, namun usahanya gagal.

Pertempuran antara VOC dan pasukan Santiago kembali terjadi dengan Sasebohe dan Bawohanggima terus membujuknya. Meskipun Santiago akhirnya dibawa ke kantor VOC di Tahuna dan dipaksa lagi untuk menandatangani kontrak, dia tetap teguh pada prinsipnya.

VOC bahkan mencoba menembak Santiago, tetapi anehnya, peluru-peluru itu tidak mengenai tubuhnya. Mereka akhirnya menggantung Santiago di Tanjung Tahuna. Sultan Kaitjil Sibori kemudian memerintahkan salah satu anggota pasukannya untuk memenggal kepala Santiago.

Adik Santiago, Sapela datang sebelum subuh dan hanya berhasil membawa kepala saudaranya, menguburkannya di antara akar pepohonan besar di pantai dengan tumpukan batu di Nento, Desa Karatung-Paghul pada tahun 1675.

Kuburan rahasia kepala Santiago baru terungkap pada tahun 1950. Sementara tubuhnya diduga dikuburkan di tempat eksekusi di Kelurahan Santiago saat ini.

Sebagai penghormatan, sebuah patung di Miangas, daerah perbatasan antara Indonesia dan Filipina didirikan untuk Santiago. Nama Santiago juga diabadikan sebagai nama markas Kodim 1301 Sangihe dan Korem 131 Santiago di Manado, Sulawesi Utara.

Bataha Santiago meninggal pada usia 53 tahun dan bertepatan ketika dia mengakhiri kekuasannya di Kerajaan Manganitu. Ada sebuah kutipan menyentuh di makamnya bertuliskan 'Biar saya mati digantung, tidak mau tunduk pada Belanda'.


Editor : Donald Karouw

BERITA POPULER
+
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network