Lira Anjlok 45 Persen, Warga Kurangi Makan dan Jual Aset demi Bertahan Hidup

ANKARA, iNews.id - Tahun ini mata uang Turki, Lira telah anjlok 45 persen terhadap dolar AS. Kendati demikian, Presiden Turki Tayyip Erdogan tampaknya tidak terlalu peduli.

Jatuhnya Lira karena kebijakan ekonomi negara itu yang tidak ortodoks dengan mempertahankan suku bunga rendah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan potensi ekspor dengan mata uang yang kompetitif. 

Bagi banyak ekonom, jika inflasi naik maka harus dikendalikan dengan menaikkan suku bunga. Namun Erdogan melihat suku bunga sebagai kejahatan yang membuat kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin. 

"Semuanya sangat mahal. Bahkan tidak mungkin memasak hidangan utama untuk keluarga dengan harga seperti itu," kata Sevim Yildrim di pasar buah lokal, dikutip dari BBC, Minggu (5/12/2021). 

Inflasi tahunan Turki telah melonjak di atas 21 persen, namun Bank Sentral Republik Turki justru menurunkan suku bunga dari 16 persen menjadi 15 persen. Ini merupakan pemangkasan suku bungan ketiga kalinya sepanjang 2021. 

Perekonomian Turki yang sangat bergantung pada impor untuk memproduksi barang hingga tekstil, membuat kenaikan dolar AS terhadap Lira berdampak langsung pada harga produk konsumen. 

Contohnya tomat yang merupakan bahan penting dalam masakan Turki, produsen harus membeli pupuk dan gas impor. Ini membuat harga tomat naik 75 persen pada Agustus dibanding tahun sebelumnya.

"Bagaimana kita bisa untung dari ini? Kami jual murah, tapi biaya beli mahal," ujar petani di Pamukova, Sadiye Kaleci.

Petani lain, Feride Tufan mengatakan, satu-satunya cara dia bisa bertahan adalah dengan menjual asetnya.

"Kami dapat melunasi utang kami dengan menjual tanah dan kebun anggur kami. Tetapi ketika kami menjual semuanya, kami tidak akan memiliki apa-apa lagi," ucapnya. 

Mata uang menjadi sangat fluktuatif sehingga harga berubah setiap hari. Inflasi untuk produsen saja naik 50 persen. Akibatnya, warga mengurangi makan dan tidak membeli barang. 

"Saya telah mengurangi semua pengeluaran saya. Untuk membayar tagihan, semua orang makan lebih sedikit dan tidak ada yang membeli barang," kata Hakan Ayran.

Karyawan supermarket mengunggah kenaikan harga di media sosial, menunjukkan harga mulai dari margarin dan minyak zaitun hingga teh, kopi, deterjen, dan kertas toilet. Sementara sebuah toko roti di Izmir, memasang tanda yang menjelaskan harganya lebih tinggi dengan mencantumkan biaya bahan-bahan yang melonjak seperti tepung, minyak, dan wijen.

Melonjaknya mata uang asing dan jatuhnya mata uang nasional merupakan masalah bagi sektor swasta dan sebagian besar perusahaan merasa lebih menguntungkan untuk menyimpan produk di gudang daripada menjualnya karena volatilitas dan inflasi Lira. Kondisi ini meningkatkan angka kemiskinan dan kesenjangan yang semakin lebar dalam pendapatan dan kesetaraan kekayaan.


Editor : Cahya Sumirat

BERITA POPULER
+
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network