Covid-19 varian Delta menyebar luas di China (Foto: Reuters)

BEIJING, iNews.id - Lonjakan kasus Covid-19 paling luas sejak awal wabah pada 2020, dipicu penyebaran Covid-19 varian Delta terjadi di China. Kasus varian yang pertama kali ditemukan di India itu kini terdeteksi di 14 dari total 32 provinsi negara tersebut.

Meskipun jumlah total kasus infeksi hanya 300 penderita lebih, namun fenomena ini mengkhawatirkan. Beberapa kota menerapkan tracing dan tes terhadap jutaan penduduk untuk menghindari penyebaran lebih masif. Ini merupakan kasus terbesar sejak gelombang wabah di Provinsi Hebei pada Januari lalu, di mana 2.000 orang terinfeksi.

China melaporkan penambahan 99 kasus infeksi pada Senin (2/8/2021) saja, termasuk 44 orang yang tidak mengalami gejala.  Varian Delta menjadi tantangan terbesar bagi China sejak virus corona baru pertama kali ditemukan di Kota Wuhan pada Desember 2019.

Kasus infeksi Delta di China pertama awal terdeteksi pada warga yang melakukan penerbangan dari Moskow, Rusia, menuju Kota Nanjing pada pertengahan Juli. Dari situ virus menyebar ke staf kebersihan bandara.

Penyebarannya kini semakin luas setelah mencapai Ibu Kota Beijing serta Provinsi Hainan yang jaraknya 1.900 kilometer dari Nanjing.

Pemerintah di kota-kota besar, termasuk Beijing, telah melakukan tes terhadap jutaan penduduk sambil mengunci kompleks perumahan serta mewajibkan warga yang melakukan kontak dekat dengan penderita untuk karantina.

Pemerintah Kota Zhuzhou, Provinsi Hunan, bahkan menerapkan lockdown total, memaksa lebih dari 1,2 juta warganya untuk tinggal di rumah sampai 3 hari mendatang. Di saat yang sama otoritas kesehatan melakukan tes serta vaksinasi.

Kota lain yang tak jauh dari Zhuzhou, Zhangjiajie, wabah menyebar sejak bulan lalu, dipicu klaster bioskop yang kemudian menyebar luas. Otoritas Zhangjiajie memberlakukan lockdown yang berdampak kepada 1,5 juta penduduk sejak Jumat lalu.

Dampak parah dari Covid-19 varian Delta masih terkendali. Ini sejalan dengan tingkat vaksinasi di China yang sudah mencapai hampir 60 persen dari total populasi.

Sebagian besar dari mereka yang terinfeksi di Nanjing juga sudah mendapatkan dosis penuh. Ini berdampak pada minimnya penyakit serius, di mana hanya 4 persen dari mereka yang terinfeksi harus berjuang melawan penyakit parah. 

Guo Yanhong, seorang pejabat Komisi Kesehatan Nasional (NHC), seperti dikutip dari Bloomberg, Senin (2/8/2021), mengatakan, banyak dari pasien yang mengalami penyakit parah memiliki penyakit bawaan seperti asma, diabetes, dan tekanan darah tinggi.

Namun harus diakui efektivitas semua vaksin Covid-19 menurun saat mwlawan Covid-19 varian Delta. Kondisi paling parah dialami penerima vaksin non-mRNA seperti buatan China.

Mengutip hasil penelitian di Sri Lanka, efektivitas vaksin Sinopharm dalam melawan Delta turun menjadi 68 persen.

Sementara itu produsen vaksin China lain, Sinovac, menyebut produknya masih dapat menetralkan varian Delta berdasarkan studi laboratorium, namun tidak memberikan penjelasan secara detail.

Di Amerika Serikat, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) mengubah sikap dengan meminta warga yang sudah mendapat vaksin penuh untuk kembali mengenakan masker di dalam ruangan atau di tempat-tempat yang potensi penularannya tinggi.

"Delta menyumbang 80 persen kasus di AS dan mereka memberlakukan kembali syarat mengenakan masker. Itu berarti penyebaran Delta semakin parah dan perlindungan pribadi tidak bisa dikurangi bahkan dengan vaksinasi sekalipun," kata Wang Huaqing, kepala ahli imunisasi CDC China. 


Editor : Cahya Sumirat

BERITA POPULER
+
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network