Ilustrasi Peristiwa Merah Putih di Manado yang terjadi pada 14 Februari 1946. (Foto: Ist)

MANADO, iNews.id - Peristiwa Merah Putih di Manado merupakan kisah heroik penyerbuan markas militer Belanda yang berada di Teling, Kota Manado pada tanggal 14 Februari 1946. Seluruh rakyat di Sulawesi Utara, meliputi pasukan KNIL dari kalangan pribumi, barisan pejuang dan laskar rakyat berusaha merebut kembali kekuasaan atas Manado, Tomohon dan Minahasa.

Peristiwa penyerangan ini ditandai dengan pengibaran bendera merah putih di atas Gedung Tangsi militer Belanda sebagai bentuk perlawanan rakyat Sulawesi Utara untuk mempertahankan kemerdekaan.

Selain itu menolak provokasi tentara Belanda yang menyatakan proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945 hanya untuk Pulau Sumatera dan Jawa semata

Peristiwa Merah Putih di Manado 14 Februari 1946 merupakan fakta sejarah yang paling sering dilupakan dan dikecilkan. Perjuangan ini masih dikenang, namun arti dan nilai peristiwa sedikit banyak telah terlupakan.

Kronologi pergolakan ini bermula saat prokamasi kemerdekaan Indonesia baru terdengar oleh rakyat di Sulawesi Utara pada 21 Agustus 1945. Mereka dengan segera mengibarkan bendera merah putih di setiap area dan menduduki kantor-kantor yang sebelumnya dikuasai tentara Jepang serta melucuti semua senjatanya.

Namun kedatangan tentara sekutu bersama NICA pada awal Oktober 1945 di Sulawesi Utara membawa suasana rakyat kembali ricuh. Belanda menginginkan kekuasaan sepenuhnya atas Sulawesi Utara, terutama Manado. Namun rakyat Manado menolak dan memilih untuk melawan. Kemudian serangan dari sekutu dan Belanda membuat Manado dan sekitarnya kembali diduduki tentara Belanda.

BW Lapian salah satu tokoh politisi yang ikut berperan dalam peristiwa merah putih di Manado bersama Ch Ch Taulu dan SD  Wuisan menjadi dua tokoh utama pemimpin pergerakan peristiwa heroik Merah Putih 14 Februari 1946.

Letnan Kolonel Charles Choesj Taulu, seorang pemimpin di kalangan militer bersama Sersan SD Wuisan menggerakkan pasukannya dan para pejuang rakyat untuk ikut mengambil alih markas pusat militer Belanda. Rencana tersebut telah disusun sejak tanggal 7 Februari 1946 dan mereka mendapatkan bantuan seorang politisi dari kalangan sipil bernama Bernard Wilhelm Lapian.

Puncak penyerbuan terjadi pada tanggal 14 Februari, namun sebelum penyerbuan terlaksana, para pimpinan pasukan tertangkap tentara Belanda termasuk Charles C Taulu dan SD Wuisan.

Akibatnya pemberontakan ke tangsi militer Belanda dialihtugaskan kepada komando Mambi Runtukahu yang memimpin anggota KNIL dari orang Minahasa. Bersama rakyat Manado mereka berhasil membebaskan Charlis Choesj Taulu, Wim Tamburian serta beberapa pimpinan lainnya yang ditawan.

Puncak penyerbuan tersebut ditandai dengan perobekan bendera Belanda yang awalnya berwarna merah, putih dan biru menjadi merah dan putih lalu dikibarkan di atas gedung markas Belanda.

Mereka juga berhasil menahan pimpinan pasukan Belanda, di antaranya pimpinan tangsi militer Letnan Verwaayen, pemimpin garnisun Manado Kapten Blom, komandan KNIL Sulawesi Utara Letnan Kolonel de Vries dan seorang residen Coomans de Ruyter beserta seluruh anggota NICA. Namun pengambilalihan kekuasaan Belanda tersebut hanya sementara.

Kapal perang Belanda Piet Hein sebagai tempat perundingan antara perwakilan dari Manado dengan tentara Belanda pada awal Maret tiba di Manado dengan membawa pasukan sekitar satu batalyon. Kedatangan mereka disambut pasukan KNIL yang memihak pada Belanda.

Kemudian pada tanggal 11 Maret, para pimpinan gerakan merah putih diundang ke kapal Belanda untuk melakukan perundingan yang tujuan untuk menahan para pimpinan rakyat Sulawesi Utara. Hal tersebut merupakan siasat tentara Belanda agar dapat melemahkan pejuang rakyat dan mengambil alih kembali wilayah Sulawesi Utara.


Editor : Donald Karouw

BERITA POPULER
+
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network