Akhir Tragis 4 Tokoh PKI Dalang Gerakan 30 September, Seluruhnya Dieksekusi Mati
JAKARTA, iNews.id - 56 tahun sudah kisah kelam bangsa ini terjadi dalam peristiwa Gerakan 30 September atau Gestapu dan lebih dikenal dengan sebutan G30SPKI. Kendati lebih dari setengah abad berlalu, peristiwa kudeta berdarah tersebut masih lekat di ingatan masyarakat Indonesia
Para jenderal TNI AD diculik dan dibunuh pada 1 Oktober 1965 dini hari. Kejadian biadab itu menimbulkan coretan tinta hitam dalam perjalanan panjang negara yang ketika itu baru menginjak usia 20 tahun. PKI diungkapkan menjadi dalang atas tragedi tersebut.
Berikut empat tokoh PKI yang terlibat dalam peristiwa Gerakan 30 September atau yang dikenal sebagai G30S PKI.
1. DN Aidit
Dipa Nusantara Aidit atau DN Aidit merupakan Ketua Komite Sentral PKI (Partai Komunis Indonesia) yang memiliki andil besar dalam perkembangan partai. Dia mulai mempelajari teori Marxis ketika bergabung dengan Perhimpunan Demokratik Sosial Hindia Belanda, cikal bakal PKI.
Di ranah parlemen, Aidit sempat didapuk menjadi wakil ketua MPR periode 1960 hingga 1965. Melansir sebuah jurnal Ilmiah Kebudayaan bertajuk ‘DN Aidit, Sastra dan Geliat Zamannya’ yang ditulis Yoseph Yapi, Aidit dikenal sebagai seorang cendikiawan yang banyak menulis gagasannya terhadap kondisi sosial budaya.
Dia menyebarkan tulisannya itu ke media massa dan dalam bentuk buku. Meski seorang komunis, namun dia sangat mendukung paham Marhaenisme yang dikembangkan Soekarno.
Ketika tragedi pembantaian 7 perwira TNI AD terjadi di tahun 1965, Aidit orang yang paling dicari. Dia dituntut harus bertanggung jawab atas apa yang sudah dilakukan partainya. Banyak kontroversi dan persepsi terkait akhir hayat Aidit.
Beberapa sumber menyebut, Aidit dieksekusi mati di sebuah sumur di Jawa Tengah pada 22 November 1965.
Doel Arif
Letnan Satu (Lettu) Doel Arief ditunjuk langsung sebagai pelaksana tugas penculikan para perwira TNI AD pada 1 Oktober 1965 dini hari. Perintah semula, para jenderal harus dibawa dalam keadaan hidup karena bertujuan untuk diculik. Namun, saat kegiatan penculikan ada yang dieksekusi.
Doel mengeluarkan perintah jika jenderal harus dibawa dalam keadaan hidup atau mati. Hal itulah yang menyebabkan rencana awal menjadi kacau balau.
Terlebih, tugasnya untuk menangkap AH Nasution gagal. Dia justru membawa orang lain, yakni ajudan Nasution, Pierre Tendean. Lolosnya Nasution dianggap menjadi bumerang untuk PKI.
Hingga kini, tidak ada yang tahu pasti seperti apa akhir kehidupan Doel Arif. Dia seketika menghilang dan tidak diketahui keberadaanya. Namun juga diduga dia dieksekusi seperti tokoh PKI lainnya.
3. Sjam Kamaruzzaman
Melansir jurnal Artefak berjudul ‘Peranan Sjam Kamaruzzaman dalam Gerakan 30 September tahun 1965’, Syam mulai mengenal Aidit di akhir 1949 dan sempat menjadi asisten pribadinya. Hingga akhirnya, Syam bergabung dengan PKI pada 1960.
Di PKI, dia menjadi anggota Departemen Anggota PKI yang mengemban tugas melakukan pembinaan secara rahasia ke kalangan militer. Lantaran departemen ini tidak berjalan baik, dibentuklah Biro Khusus PKI yang bertugas merekrut orang-orang atau pihak militer secara ilegal, yang bersimpati terhadap PKI.
Dia memegang peranan sangat penting karena Biro Khusus yang diketuainya itu mencari anggota TNI (dulu masih bernama ABRI) dan menanamkan ajaran kiri. PKI pun sukses menyusupi angkatan di TNI.
Setelah tragedi G30S terjadi, Sjam mengakui jika dia melakukan berbagai perintah tersebut atas komando Aidit. Dia dijatuhi hukuman mati pada 1968, namun baru dieksekusi 18 tahun setelahnya yakni 1986.
4. Untung Syamsuri
Komandan Batalyon I Tjakrabirawa, Letkol Untung Syamsuri menjadi pemimpin Gerakan 30 September 1965. Untung juga pernah mendapat pendidikan politik dari salah Alimin, seorang tokoh PKI.
Sebenarnya, karier Untung dalam dunia militer tergolong cemerlang. Dia mendapat predikat lulusan terbaik saat menyelesaikan pendidikannya di Akademi Militer. Setelah gerakan 30 September yang dia komandoi gagal, Untung melarikan diri selama beberapa bulan, sebelum akhirnya tertangkap di Brebes.
Dia dieksekusi mati pada 1966 akibat keterlibatannya dalam tragedi berdarah tersebut.
Editor: Donald Karouw