Dato Sri Tahir Pernah Makan Bakmi Pakai Nasi Sebelum Jadi Konglomerat Berharta Rp358 Triliun

JAKARTA, iNews.id - Salah satu konglomerat di Indonesia, Dato Sri Tahir dengan harta mencapai ratusan triliun rupiah merupakan pendiri Mayapada Group. Namun, pengusaha berusia 70 tahun itu pernah makan mi dicampur nasi saat belum sukses seperti saat ini.
Berdasarkan data Forbes, menantu Mochtar Riady ini berada di peringkat 16 orang terkaya Indonesia pada tahun lalu. Kekayaan bersihnya tercatat sebesar 2,5 miliar dolar AS atau sekitar Rp358,4 triliun.
Tahir sukses menjadi pengusaha di bidang perbankan, perawatan kesehatan hingga real estate. Keluarga Tahir memiliki saham di Bank Mayapada dan Maha Properti Indonesia. Dia juga memiliki properti di Singapura, termasuk melalui perusahaan properti terdaftar MYP.
Sebelum menjadi konglomerat, Tahir pernah melakukan hal yang dilakukan oleh kebanyakan orang, seperti memencet odol hingga dilipat-lipat dan makan bakmi dicampur nasi. Hal itu terungkap saat berbincang dengan putrinya, Grace Tahir di kanal YouTube @gt.bodyshot.
"Papa sangat rich sekarang kan, papa pernah enggak ngeluarin odol sampai dipencet-pencet, sampai dilipat-lipat?" tanya Grace, dikutip Minggu (27/3/2022).
Sang ayah pun mengiyakannya. Dia pernah melakukan hal tersebut.
"Of Course. Course i am doing," jawabnya.
Selanjutnya, Grace kembali menanyakan hal lain yang berasal dari pertanyaan netizen soal makan bakmi campur nasi.
"Pasti sering dong, waktu kita enggak punya uang," ucapnya.
Selain itu, dia juga mengaku pernah naik angkotan kota sebelum menikah dengan istri tercinta.
"(Naik angkot) sering waktu belum menikah. Kalau ke Jakarta dulu, namanya ada Si Doel Anak Jakarta, model (angkot) oplet, saya naik itu," tuturnya.
Tahir pernah melakukan hal itu lantaran dia pernah hidup susah. Orang tuanya merupakan pengelola sejumlah becak dengan pendapatan tidak besar.
"Berkaitan dengan waktu kecil proses, karena kita pada dasarnya dari poor family (keluarga miskin). Orang tua saya kan nyewain becak dan kita hidup dari setoran dari tukang becak kepada kita," ujarnya.
Dia menjelaskan, hal itu pun membuat inferiority complex dalam dirinya.
"Lalu kita bertumbuh, kita melihat sebagian orang luar menginjak orang tua saya, menekan atau menghina termasuk family sendiri dan itu memperberat inferiority complex mendarah di diri saya," katanya.
Karena dibentuk dari proses hidup tersebut, Tahir pun selalu menghargai orang lain, terutama yang kesusahan. Dia juga tak bisa terima melihat jika ada orang miskin ditekan orang kaya.
Dia merasa habitatnya adalah orang yang lemah. Dan meski dia disebut orang kaya, namun Tahir mengaku lebih nyaman bersama dengan orang miskin dan membantu mereka yang membutuhkan.
"Inferiority complex itu pelan-pelan hilang dengan kita lebih tua, lebih banyak membantu orang lain," ucapnya.
Editor: Cahya Sumirat