Menuju Pengasingan dengan Kapal Jadi Perjalanan Paling Menyakitkan Pangeran Diponegoro
JAKARTA, iNews.id - Pangeran Diponegoro mengalami fase-fase menyakitkan saat menjalani perjalanan untuk diasingkan ke Manado, Sulawesi Utara (Sulut) oleh Belanda. Sang pangeran harus menjalani hari-hari berat di atas kapal milik Belanda bernama Pollux.
Perjalanan yang memakan waktu hampir satu bulan amat membuat kesehatan sang pangeran menurun. Perjalanan kian sulit karena konon kapal tak dapat berlayar maksimal akibat tidak ada angin. Alhasil perjalanan dari Batavia menuju Manado digambarkan sebagai penyiksaan pertama yang diterima oleh Pangeran Diponegoro.
Peter Carey pada bukunya "Takdir Riwayat Pangeran Diponegoro : 1785 - 1855" mengungkap sisi kelam Pangeran Diponegoro dan pengikutnya yang jadi tawanan Belanda. Duka pun kian mendalam kala para pasukan pengikut Pangeran Diponegoro meninggal dunia saat perjalanan di atas kapal.
Konon dari 50 anggota pasukan yang ditugaskan mengawal Pangeran Diponegoro empat di antaranya meninggal dunia. Upacara penguburan pun dilaksanakan dengan kehormatan berjalan lambat. Bunyi genderang pengiring upacara terdengar dengan jelas di kamar Pangeran Diponegoro yang letaknya berada di bawah geladak belakang kapal.
Sang pangeran sendiri waktu itu masih terbaring lemah. Selain karena masih mengidap demam malaria, mabuk laut menambah kondisi sang pangeran kian menurun. Sepanjang perjalanan itu Pangeran Diponegoro muntah-muntah.
Bahkan setelah seminggu lebih Pangeran Diponegoro berlayar ia sempat mengatakan kepada Knoerle ikhlas untuk meninggal dunia. Knoerle sendiri merupakan opsir pengawal selama perjalanan Diponegoro ke Manado, yang ditugaskan Van Den Bosch Gubernur Jenderal Hindia Belanda.
Tetapi di saat kondisi kesehatannya yang menurun drastis, sang pangeran masih menunjukkan ketertarikan kepada ilmu bumi kawasan Indonesia Timur yang sangat menarik perhatiannya. Bahkan Pangeran Diponegoro beberapa kali menanyakan peta Makassar yang sempat ia lihat dari dek depan kapalnya. Sang pangeran tampak ingin memahami lagi bentuk pulau Sulawesi.
Namun Knoerle keberatan Pangeran Diponegoro melihat peta yang merupakan satu-satunya petunjuk navigasi pelayaran di Kapal Pollux itu. Sang pangeran tetap gigih bertanya kepada Knoerle, dia ingin tahu betul rute laut ke Jeddah, Arab Saudi, apakah pantai - pantai di Pulau Sulawesi dapat dilayari, hingga bagaimana kondisi penduduknya di Sulawesi sana.
Sejumlah pertanyaan dari sang pangeran ini membuat Knoerle agaknya cukup jengkel kepada sang pangeran. Tetapi ia harus tetap sabar melayani pertanyaan demi pertanyaan sesuai dengan instruksi dari Van Den Bosch atasannya.
Pada 14 Mei ketika Kapal Pollux melintasi laut di Jepara badai hebat melanda. Sang pangeran pun berteriak-teriak dan tiba-tiba berlari keluar dari kamarnya. Pangeran Diponegoro memanggil komandan kapal untuk menyarankan seharusnya membuang jangkar.
Di hari berikutnya, Pangeran Diponegoro kembali mengomel terus dengan permintaan yang bukan-bukan. Pasalnya hari itu terasa sangat panas dan laut tenang tanpa semilir angin sedikit pun. Saat itu Knoerle mengisahkan kapal sedang berada di perairan Lasem. Pemandangan garis pantai Laut Jawa tampaknya telah membuat hati pangeran teriris - iris.
Editor: Nur Ichsan Yuniarto