Daerah pesisir.pantai Amurang yang terdampak abrasi. (Foto: Subhan Sabu)
Subhan Sabu

MANADO, iNews.id - Ambruknya jembatan di Amurang, Minahasa Selatan (Minsel) pada Rabu (15/6/2022) akibat abrasi pantai. Namun, beredar kabar bahwa kejadian tersebut disebabkan oleh likuefaksi.

Berdasarkan peta zona kerentanan likuefaksi Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) skala 1:250.000, yang dikeluarkan Badan Geologi, Pusat Airtanah dan Geologi Tata Lingkungan tahun 2019 sekaligus data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, kawasan di bibir pantai Amurang itu masuk zona kerentanan likuefaksi tinggi dan zona kerentanan likuefaksi sedang.

Menanggapi hal tersebut, Koordinator Bidang Data dan Informasi BMKG Sulut, Edward H Mengko mengatakan bahwa  dari data BMKG, pada saat sebelum dengan saat kejadian, curah hujan di wilayah itu ringan.

"Data curah hujan, curah hujannya ringan pada saat sebelum dengan saat kejadian baik itu di lereng gunung soputan yang sungainya bermuara di lokasi kejadian yaitu sungai ranowangko," kata Mengko, Jumat (17/6/2022).

Curah hujan di Amurang dan sekitarnya juga menunjukkan hujan ringan atau rintik-rintik. Curah hujan di hari kejadian tersebut menunjukkan data yang kecil sekali.

Kemudian dari data gelombang di teluk amurang waktu itu juga teduh, tidak ada gelombang besar yang terjadi. Dari video yang beredar di sosial media juga menunjukkan laut dalam kondisi tenang dan tidak ada luapan air di sungai Ranowangko.

"Kami juga coba validasi dengan data gempa bumi yang tercatat di BMKG, tidak ada gempa bumi yang terjadi waktu itu di sekitar lokasi Amurang. Sensor gempa bumi pun tidak menangkap ada getaran-getaran. Sensor gempa bumi yang terdekat yang terpasang yang ada di Tondano dan Manado tidak menangkap ada gempa bumi di sekitar waktu sebelum dan pada saat kejadian," tuturnya.

Kalau dihubungkan dengan likuefaksi kata dia, memang daerah itu di muara sungai rata-rata ada endapan atau aluvial, dan pasir yang ada di situ sedimennya terdeposisi dari material gunung soputan  dimana lereng gunung Soputan merupakan hulu yang bermuara ke sungai Ranowangko.

"Kalau mau dihubungkan dengan likuefaksi, itu memang materialnya  pasir-pasir, dipermukaan tanah yang kelihatan, tetapi perlu ada penyelidikan lebih lanjut atau investigasi lanjutan bahwa itu betul-betul peristiwa likuefaksi," ujarnya.

Karena menurutnya, tidak ada pemicu baik gempa bumi atau getaran yang memicu airtanah yang meski pun dangkal akan lebih naik kepermukaan agar daya dukung tanah hilang dan terjadi peristiwa likuefaksi. Untuk memastikan itu  harus ada penyelidikan lanjutan.

"Kalau pun bisa terjadi, berarti ada faktor yang menyebabkan itu, karena kejadian likuefaksi di beberapa tempat ada pemicunya, walau pun daerah itu mendukung, kedalaman air tanah dangkal daerah aluvial, partikel tanahnya itu berpasir dengan ukuran yang lumayan besar, tapi kalau tidak ada pemicunya, kita tidak bisa berasumsi, jadi harus ada penyelidikan lebih lanjut untuk membuktikan hal itu,"  ujarnya.


Editor : Cahya Sumirat

BERITA TERKAIT