Direktur Regional WHO untuk Afrika, Matshidiso Moeti mengatakan, lembaganya merasa prihatin sekaligus ngeri atas temuan itu. Sementara, juru bicara Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres juga meminta maaf dan berterima kasih kepada para korban atas keberanian mereka untuk bersaksi.
Seorang gadis berusia 14 tahun bernama “Jolianne”, yang berstatus sebagai korban dalam laporan itu, mengatakan kepada komisi independen bahwa dia sedang menjual kartu isi ulang telepon seluler di pinggir jalan di Kota Mangina pada April 2019. Seorang pengemudi mobil pekerja WHO lantas menawarinya tumpangan pulang.
Namun, ternyata sopir itu membawanya ke sebuah hotel. Di sana, Jolianne diperkosa pelaku hingga hamil dan melahirkan anak.
Beberapa perempuan Kongo yang sudah dipekerjakan di WHO mengatakan kepada tim peninjau bahwa mereka terus dilecehkan secara seksual oleh para pria yang punya kedudukan lebih tinggi di struktur kelompok kerja organisasi itu. Para pelaku juga memaksa korban berhubungan seks agar bisa tetap bekerja. Beberapa bahkan diiming-imingi bakal mendapatkan posisi yang lebih baik di kelompok kerja itu.
Beberapa korban lainnya mengatakan, mereka dipecat karena menolak berhubungan seks. Sementara, yang lain malah tidak mendapatkan pekerjaan yang mereka inginkan bahkan setelah menuruti hawa nafsu para pelaku.
Pada Juni tahun lalu, Pemerintah Kongo mengumumkan berakhirnya wabah Ebola yang sudah berlangsung selama dua tahun. Endemi itu telah menewaskan lebih dari 2.200 orang, atau menjadi wabah terbesar kedua sejak virus itu diidentifikasi pertama kali pada 1976.
Editor : Cahya Sumirat
Artikel Terkait