Gerobak yang digunakan untuk jualan gorengan. (Foto: MPI/Subhan Sabu)

MANADO, iNews.id - Istilah yang mengungkapkan usaha tidak akan mengkhianati hasil rupanya dirasakan oleh Marlon Lumangkun. Usaha gorengan yang dirintisnya sejak awal Februari 2019 akhirnya membuahkan hasil.

Dia bercerita bahwa dulunya merupakan karyawan swasta. Karena pendapatan yang diperoleh tidak sebanding dengan kebutuhan yang sangat banyak, dia akhirnya memutuskan berhenti bekerja pada 2018 lalu.

"Setelah berhenti bekerja, merasa bingung untuk membuka usaha apa, namun setelah dipikir-pikir akhirnya saya memutuskan untuk membuka usaha gorengan, karena saya suka menikmati gorengan," kata Marlon Lumangkun kepada MNC Portal Indonesia, Jumat (18/3/2022).

Namun, untuk membuat adonan sendiri dia tidak tahu. Berkat tekadnya yang kuat, dia mulai belajar secara otodidak melalui google dan youtube dan mempraktikkannya beberapa kali. Dia kemudian membagikan gorengan buatannya kepada orang-orang terdekat, ketika rasanya sudah lezat, barulah dia  bersemangat menjualnya.

Dia kemudian memberanikan diri menyewa tenant di depan Alfamart Malalayang dan mulai menjual berbagai jenis gorengan dengan modal awal sekitar Rp25 juta.

"Saya memilih berjualan di Alfamart Malalayang karena selain lokasinya yang strategis terletak di jalan trans Sulawesi, tempatnya juga dekat dengan perkantoran, rumah sakit dan pemukiman warga," tutur Marlon.

Sebagai bahan pelengkap untuk menikmati gorengan, pria rambut lurus ini juga menyediakan dabu-dabu roa, yang diraciknya sendiri. Jenis sambal tersebut dikatakannya sampai saat ini dijaga kualitasnya. 

“Untuk dabu-dabu roa saya meraciknya sendiri. Tak kurang, setiap hari saya harus sediakan dua kilogram cabai rawit dan ikan roa serta bahan lainnya,” katanya.

Dabu-dabu roa merupakan ciri khas di Manado,  yang wajib disediakan untuk menikmati gorengan. Kalau tidak ada dabu-dabu roa, gorengan tidak akan laku dijual  

Gorengan yang dijualnya antara lain tahu, tempe, ubi goreng, pisang goroho, pisang kipas, bakwan sayur dan bakwan jagung dengan harga Rp2.000 per picis. Untuk jam bukanya mulai pukul 07.00-21.00 Wita.

Awal membuka usaha gorengan yang dinamakan Raja Gorengan Dabu-dabu Roa Maknyus pada Februari 2019 sampai sekitar delapan bulan masih sepi peminat. 

"Mental saya dalam usaha saat itu memang diuji. saat penjualan sepi, rasa bimbang untuk meneruskan usaha atau beralih terus membayangi. Namun saya tetap memiliki keyakinan untuk terus berusaha," ucapnya.

Secara perlahan-lahan penjualannya terus meningkat, dalam sebulan dia sanggup mendapatkan omzet bersih sampai dengan Rp10 juta, setelah dipotong untuk membayar gaji tiga karyawannya dan bahan untuk membuat gorengan.

Hingga pada pertengahan 2021 dari hasil menjual gorengan dia bisa membeli mobil jenis Multi Purpose Vehicle (MPV) secara tunai untuk menunjang kegiatannya. 

"Setelah saya pertimbangkan akhirnya saya putuskan untuk membeli mobil. Saya belinya tunai," ujar Marlon sambil tersenyum.

Mobil tersebut digunakannya untuk belanja bahan-bahan gorengan, sebab jika menggunakan sepeda motor tidak akan mampu membawa belanjaan. 

"Dulu kalau ke pasar masih menggunakan sepeda motor, tapi setelah beberapa waktu, bahan yang dibeli terus bertambah, makanya dengan adanya mobil, sangat membantu," katanya.

Sedang untuk ke pasar Bersehati dilakukannya setiap dua sampai tiga hari sekali, setiap pukul 03.00 Wita. 

“Kalau ke pasar saya pagi-pagi sekali. Dengan  menelepon terlebih dahulu apa saja yang akan dibeli, karena sudah menjadi langganan. Jadi, ketika sampai tinggal membayar dan mengambil barangnya,” ungkapnya.

Bahkan tidak itu saja, dia kemudian berhasil mengembangkan usahanya dengan menyewa tenant kembali di lokasi yang sama dengan menjual berbagai macam jus buah.

”Selain dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari dan membeli kendaraan, hasilnya saya bisa mengembangkan usaha dengan menyewa tenant kembali di Alfamart Malalayang di Jalan Trans Sulawesi. Tenant tersebut menjual berbagai macam jus buah,” tuturnya.

Saat pandemi Covid-19 melanda, usahanya sempat terdampak cukup parah. Di awal-awal pandemi omzetnya sempat menurun sampai dengan 50 persen per bulan.

"Awal pandemi parah banget, ya kalau dibandingkan sekarang mendinganlah, ada perbedaan dibandingkan dengan awal pandemi. Kalau mau dibilang normal ngga juga biasa aja gitu, kadang naik kadang turun ngga menentu, ya namanya juga usaha ada hujan ada angin," ucapnya.


Editor : Cahya Sumirat

BERITA POPULER
+
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network