MANADO, iNews.id - Permintaan komoditas daging babi sepanjang 2021 di Sulawesi Utara meningkat signifikan. Data sistem perkarantinaan IQFAST Barantan sampai Juni 2021, pengiriman daging babi mencapai 653 ton atau meningkat lima kali lipat dibanding lalu lintas pada periode sama tahun sebelumnya yang hanya 108 ton.
Namun dibalik peningkatan tersebut, peternak harus mewaspadai penyakit demam babi afrika atau African Swine Fever (ASF). Sampai saat ini, Sulut masih menjadi salah satu wilayah yang bebas ASF.
Terkait hal ini, Kementerian Pertanian melalui Karantina Pertanian Manado secara rutin melakukan monitoring Influenza A pada babi yang dilalulintaskan di seluruh Indonesia, termasuk asal Sulut. Ini sebagaimana instruksi serta arahan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo untuk mengawal seluruh komoditas yang dilalulintaskan.
"Inilah yang harus kita waspadai dan tetap dijaga,” ujar Kepala Karantina Pertanian Manado Donni Muksydayan, Rabu (7/7/2021).
Menurutnya, saat ini tujuan pengiriman didominasi ke DKI Jakarta. Situasi ini sangat menguntungkan para pelaku agribisnis di wilayah kerjanya. Untuk itu, pihaknya melakukan kerja sama dengan seluruh entitas terkait untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap wabah yang sangat bahaya karena memiliki tingkat kematian (mortalitas) tinggi yaitu 100 persen.
"Apalagi Sulut juga memiliki posisi yang strategis sekaligus terjepit wilayah yang terdampak, termasuk negara tetangga Filipina," kata Donni.
Kepala Pusat Karantina Hewan dan Keamanan Hayati Hewani Badan Karantina Pertanian, Kementerian Pertanian (Barantan) Wisnu Wasisa menambahkan, telah menerapkan sistem pencegahan masuknya ASF dari wilayah wabah melalui instruksi Kepala Barantan tentang Mitigasi Risiko Virus African Swine Fever (ASF), Classical Swine Fever (CSF) dan Swine Flu (Influenza A).
"Dengan instruksi ini serta sesuai arahan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo untuk mengawal seluruh komoditas pertanian yang dilalulintaskan, maka setiap unit pelaksana teknis (UPT) di lingkup Barantan wajib melakukan monitoring Influenza A pada babi yang dilalulintaskan di seluruh Indonesia," kata Wisnu.
Menurutnya, upaya pencegahan dilakukan bersama dengan didukung seluruh instansi tersebut patut diperkuat. Hal ini demi menjaga mobilitas bisnis komoditas daging babi khususnya wilayah Sulut yang kini menjadi harapan baru.
“Ini benar-benar harus menjadi kesadaran bersama, mengingat risikonya tidak hanya melalui lalulintas babi hidup, tapi juga dari sisa makanan olahan yang berasal dari daerah tertular. Ini harus menjadi kesadaan bersama-sama,” kata Wisnu.
Sementara itu, Ketua Asosiasi Peternak Babi Sulut Gilbert Wantalangi menyampaikan, upaya pencegahan masuknya demam babi Afrika tersebut tidak dapat dilakukan secara mandiri.
"Diperlukan sinergi para pelaku usaha, peternak maupun pemerintah dalam upaya pencegahan masuknya ASF terutama di pintu-pintu pemasukan seperti pelabuhan dan bandara," kata Gilbert.
Editor : Donald Karouw
Artikel Terkait