Kapolda Sulut Irjen Pol Setyo Budiyanto dan jajaran saat meresmikan rumah restorative justice yang dinamakan Wale Baku Bae. (Humas Polda Sulut)

MANADO, iNews.id - Sulawesi Utara (Sulut) kini memiliki rumah restorative justice yang diberi nama Wale Baku Bae. Rumah ini berada di Ditreskrimum Polda Sulut.

Peresmian rumah restorative justice ini dipimpin langsung Kapolda Sulut Irjen Pol Setyo Budiyanto yang ditandai dengan penandatanganan prasasti, dilanjutkan pembukaan selubung penutup papan nama dan menekan tombol sirine.

Selanjutnya, pengguntingan pita di pintu masuk oleh Ketua Pengurus Daerah Bhayangkari Sulut Henny Setyobudi dan peninjauan ruangan.

Kapolda Sulut mengatakan, sesuai dengan Perpol Nomor 8 Tahun 2021 ada upaya penyelesaian perkara di luar penegakan hukum. Salah satunya dengan menggunakan atau pemanfaatan restorative justice.

“Harapannya, permasalahan-permasalahan yang masih bisa diselesaikan di luar proses penegakan hukum, bisa diselesaikan di Rumah Restorative Justice ini. Jadi nanti dipertemukan antara para pihak yaitu pelapor, terlapor, keluarga, termasuk juga melibatkan tokoh adat, tokoh agama atau tokoh masyarakat untuk berusaha berpartisipasi menyelesaikan permasalahan,” ujarnya didampingi Dirreskrimum Kombes Pol Gani Siahaan.

Menurutnya, tidak semua permasalahan hukum bisa diselesaikan melalui restorative justice. Ada batasannya dan semua ada ketentuannya. Pedoman yakni peraturan kepolisian, masalah-masalah yang ancaman hukumannya yang paling tidak di bawah 3 tahun.

"Kemudian tidak menimbulkan permasalahan yang bersifat konflik sosial apalagi perpecahan persatuan, kemudian masalah-masalah yang bersifat SARA, itu semua ada ketentuannya dan batasannya,” ujar Kapolda.

Dia mengungkapkan, para anggotanya juga sudah dilatih tentang bagaimana penerapan restorative justice dalam pelaksanaan tugas sehari-hari. Contoh permasalahan yang paling berat, pembunuhan. Itu tidak bisa diselesaikan melalui restorative justice.

Menurutnya, hanya  permasalahan-permasalahan umum saja untuk restorative justice, seperti konflik antartetangga, antarkeluarga dan lain-lain.

"Permasalahan yang didasari faktor emosi. Mereka lapor, dari situ kemudian penyidik melakukan telaah masalah ini masih bisa dilakukan penyelesaian atau pemulihan secara nonjustitia. Kemudian dipanggil para pihak dan mereka tidak keberatan,” katanya.

Dia menjelaskan, sebetulnya restorative justice itu berasal dari mereka sendiri yakni keinginan para pihak yang berperkara.

“Penyidik atau penyelidik saat itu hanya memfasilitasi saja. Jadi ruangan ini kami buat supaya mereka lebih nyaman untuk bisa mengeluarkan segala unek-unek permasalahannya. Kalau misalkan tempatnya itu bergabung dengan ruangan penyidik, ada beberapa anggota yang lain, tentu mereka tidak leluasa untuk menyampaikan atau mengeluarkan apa yang ada dalam isi hatinya,” ucapnya.

Kapolda juga menegaskan, dalam restorative justice ini jangan sampai ada conflict of interest. Artinya justru penyidik yang kemudian memiliki kepentingan.

“Jangan sampai seperti itu. Yang memiliki kepentingan adalah para pihak. Penyidik atau penyelidik dari Direktorat Reskrimum hanya memfasilitasi. Makanya ada melibatkan tokoh masyarakat, tokoh adat, pihak keluarganya," ujarnya.

"Jadi kalau misalkan suatu masalah selesai melalui restorative justice, itu berdasarkan kesepakatan mereka, bukan kemudian ada intimidasi, paksaan atau ada kepentingan dari penyidik atau penyelidik,” katanya lagi.


Editor : Donald Karouw

BERITA POPULER
+
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network