Bataha Santiago Dikukuhkan, Ini Daftar Lengkap 11 Pahlawan Nasional asal Sulawesi Utara

JAKARTA, iNews.id - Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi menganugerahkan gelar pahlawan nasional kepada 6 tokoh, Jumat (10/11/2023). Satu di antaranya Bataha Santiago, Raja Manganitu 3 yang merupakan tokoh Nusa Utara, Kabupaten Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara.
Dengan pengukuhan ini, total sudah ada 11 pahlawan nasional asal Sulawesi Utara. Mereka telah berjasa bagi bangsa dan negara, baik sebelum masa kemerdekaan, di masa kemerdekaan dan sesudah kemerdekaaan.
Diketahui setiap tanggal 10 November diperingati dengan Hari Pahlawan. Setiap tahunnya momentum ini diperingati untuk mengingat jasa pahlawan, termasuk memberikan gelar kehormatan kepada para tokoh yang telah berjuang merebut, mempertahankan dan mengisi kemerdekaan.
Di Sulawesi Utara, ada banyak tokoh pahlawan yang telah berjuang merebut dan mempertahankan kemerdekaan serta membuatnya menjadi lebih bermakna. Beberapa telah dinobatkan sebagai pahlawan nasional, namun banyak pula yang belum.
Tercatat hingga saat ini, ada 11 tokoh asal Sulawesi Utaraa diberi gelar Pahlawan Nasional, mulai dari Dr Sam Ratulangi dan terakhir Bataha Santiago yang anugerahi gelar pada tahun 2023.
1. Dr Gerungan Saul Samuel Jacob (GSSJ) 'Sam' Ratulangi (SK 890 tahun 1961)
2. Arie F Lasut (SK 012/TK tahun 1961)
3. Maria Walanda Maramis (SK 012/TK tahun 1961)
4. Piere Tendean (SK Nomor III/koti/tahun 1965)
5. Robert Wolter Mongisidi (SK Nomor 88/TK tahun 1973)
6. Jahja Daniel Dharma (John Lie) (SK Nomor 085/TK/tahun 2009)
7. Lambertus Nicodemus Palar (SK Nomor 68/TK tahun 2013)
8. Bernard Wilhelm Lapian (SK Nomor 116/TK/tahun 2015)
9. AA Maramis (SK Nomor 120/TK/tahun 2019)
10. Arnold Mononutu (2020)
11. Bataha Santiago (2023) Keppres Nomor 115/TK/Tahun 2023
Bataha Santiago merupakan raja ketiga Kerajaan Manganitu yang memiliki nama lengkap Don Jugov (Jogolov) Sint Santiago (Bataha berarti sakti). Dia lahir di Desa Bowongtiwo-Kauhis, Manganitu, Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara pada tahun 1622.
Bataha Santiago menjadi raja sejak 1670 hingga 1675 atau selama 5 tahun. Sosoknya menjadi satu-satunya raja di Kepulauan Sangihe yang berpendirian keras menolak menandatangani perjanjian dagang dengan VOC (Vereenigde Oost Indische Compagnie) Belanda.
VOC mencoba beberapa kali memaksa Santiago untuk menandatangani kontrak panjang (lange Contract) yang ditolaknya dengan pengumuman perang terhadap VOC. Kontrak tersebut berisi instruksi untuk menghilangkan tanaman cengkih dan benda-benda yang dianggap kafir oleh VOC.
Sultan Kaitjil Sibori, anak Sultan Mandarsyah dimanfaatkan VOC untuk membujuk Santiago agar menandatangani kontrak, namun dia tetap menolak.
Akhirnya, VOC mengirim Sultan Kaitjil Sibori ke Sangihe untuk mempersunting Maimuna, putri Raja VI Tabukan dengan harapan bisa masuk ke Sangihe. Pasukan VOC dan pasukan Kerajaan Manganitu yang dipimpin Santiago terlibat pertempuran di laut selama beberapa hari.
Pertempuran itu mengakibatkan banyak korban di kedua belah pihak. VOC akhirnya mundur karena kerugian besar dan mencoba memanfaatkan sahabat dekat Santiago, Sasebohe dan Bawohanggima agar menyerah, namun usahanya gagal.
Pertempuran antara VOC dan pasukan Santiago kembali terjadi dengan Sasebohe dan Bawohanggima terus membujuknya. Meskipun Santiago akhirnya dibawa ke kantor VOC di Tahuna dan dipaksa lagi untuk menandatangani kontrak, dia tetap teguh pada prinsipnya.
VOC bahkan mencoba menembak Santiago, tetapi anehnya, peluru-peluru itu tidak mengenai tubuhnya. Mereka akhirnya menggantung Santiago di Tanjung Tahuna. Sultan Kaitjil Sibori kemudian memerintahkan salah satu anggota pasukannya untuk memenggal kepala Santiago.
Adik Santiago, Sapela datang sebelum subuh dan hanya berhasil membawa kepala saudaranya, menguburkannya di antara akar pepohonan besar di pantai dengan tumpukan batu di Nento, Desa Karatung-Paghul pada tahun 1675.
Kuburan rahasia kepala Santiago baru terungkap pada tahun 1950. Sementara tubuhnya diduga dikuburkan di tempat eksekusi di Kelurahan Santiago saat ini.
Sebagai penghormatan, sebuah patung di Miangas, daerah perbatasan antara Indonesia dan Filipina didirikan untuk Santiago. Nama Santiago juga diabadikan sebagai nama markas Kodim 1301 Sangihe dan Korem 131 Santiago di Manado, Sulawesi Utara.
Bataha Santiago meninggal pada usia 53 tahun dan bertepatan ketika dia mengakhiri kekuasannya di Kerajaan Manganitu. Ada sebuah kutipan menyentuh di makamnya bertuliskan 'Biar saya mati digantung, tidak mau tunduk pada Belanda'.
Editor: Donald Karouw