get app
inews
Aa Text
Read Next : Kuasa Hukum Pastikan Lisa Mariana Hadiri Pemeriksan di Bareskrim Hari Ini

Belum Lama Bebas, Perempuan Manado Ini Kembali Didakwa Perkara yang Sama 

Kamis, 20 Januari 2022 - 16:39:00 WITA
Belum Lama Bebas, Perempuan Manado Ini Kembali Didakwa Perkara yang Sama 
Kuasa hukum Ronald Aror bersama MS. (Foto: MPI/Subhan Sabu)

MANADO, iNews.id - Seorang perempuan berinisial MS (37) kembali mendapat tuntutan atas pokok perkara yang sama. Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi Sulawesi Utara (Sulut) menuntut penjara tiga tahun terhadap terdakwa MS .

Kasus yang disangkaka terkait pengelapan yang dilaporkan Ansar pada 7 Desember 2017 silam. MS menghadapi tuntutan jaksa dalam sidang berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Manado pada Rabu (19/1/2022). 

Kuasa hukum dari MS, Ronald Aror mengatakan tuntutan JPU Remblis Lawendatu menjatuhkan pidana terhadap terdakwa MS dengan pidana penjara selama tiga tahun dikurangi masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani terdakwa.

"Pada poin tiga tuntutan tersebut, JPU juga memasukan bukti putusan PN Nomor 396/PID.B/2017/PN.Mnd sehubungan perkara pidana penipuan yang dilaporkan Luth Garda 2017 silam," kata Ronald Aror, Kamis (20/1/2022).

Menariknya kata Ronald, dalam kasus tersebut, MS pernah divonis kurungan badan atas pokok perkara yang sama atau ne bis in idem. Perkara itu sudah dilaporkan Luth Garda pada tahun 2017. 

Ansar pada masa itu tampil sebagai saksi korban yang memberatkan terdakwa MS. Dari perkara tersebut, MS mendapat putusan pidana penjara tiga tahun dari tuntutan JPU empat tahun. 

"Mendapat putusan pada 6 Desember 2017, MS dilaporkan lagi keesokan harinya, 7 Desember 2017 oleh Ansar dengan pokok perkara yang sama. Ironisnya, keterangan ahli hukum dan putusan hakim terdahulu rontok di tangan penyidik Polda Sulut dan tidak disertakan dalam tahapan P21 ke Kejaksaan," ujarnya.

Menurutnya, dalam kasus ini MS sebenarnya hanya dipidana satu kali. Karena Ansar sudah memberikan kesaksian memberatkan di persidangan tahun 2017 yang menyebabkan MS divonis penjara tiga tahun. Mestinya, Ansar menggugat perdata jika merasa ada kerugian.

"Dalam perkara MS ini, unsur yang menegaskan ne bis in idem sangat terang benderang. Terdakwa sudah menanggung putusan hukum. Pidananya tidak boleh dua kali. Harusnya pelapor gugat perdata. Karena semua pihak yang menjadi korban saling terkait," jelas Ronald. 

Ronald mencontohkan, kasus First Travel beberapa tahun lalu menimbulkan kerugian ribuan korban. Laporan sejumlah korban di masa itu sudah mengakomodir tuntutan hukum ribuan korban. 

"Tidak ada laporan korban kedua dan seterusnya. Bagaimana mungkin ribuan korban harus melapor masing-masing atau dibuat split (terpisah). Apakah nanti terdakwa harus menghadapi ribuan perkara dengan pokok atau peristiwa yang sama? Jelas tidak bisa," tutur Ronald. 

Terungkapnya indikasi perkara ne bis in idem ini tampak dalam serangkaian sidang pemerikaan terdakwa, saksi korban, saksi yang dihadirkan terdakwa, dan ahli hukum. 

Menurut Ronald, perkara ini jelas menentang Edaran Mahkamah Agung RI Nomor 3 Tahun 2002 tentang Penanganan Perkara yang berkaitan dengan azas Ne Bis In Idem.

Kemudian, pasal 18 ayat (5) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi.

Manusia menyatakan bahwa setiap orang tidak dapat dituntut untuk kedua kalinya dalam perkara yang sama atas perbuatan yang telah memperoleh putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

Ahli hukum dari Universitas Sam Ratulangi Manado Jhonny Lembong di persidangan berpendapat, bahwa perkara yang dihadapi MS bersifat ne bis in idem. Dalam persidangan yang digelar pada Kamis (30/9/2021), Lembong menegaskan substansi perkara bukan soal kerugian. 

"Tapi kepastian hukum untuk terdakwa," ujar Lembong.

Kemudian ia menerangkan, bahwa sebuah perkara disebut ne bis in idem bukan soal locus dan tempus (tempat dan waktu) yang sama atau berbeda. Tapi titik beratnya apakah pokok perkara itu sudah dihadapi terdakwa atau tidak.

"Bukan soal korbannya banyak atau tidak. Jika korbannya merupakan rangkaian orang-orang yang saling berkait, atau sekelompok orang,  kemudian perkaranya sudah diputuskan, seseorang tidak bisa lagi dilaporkan atas perkara yang sama meski korbannya nama lain," katanya. 

Apalagi kata dia, korbannya pernah bersaksi di persidangan sebelumnya. Kalau dilaporkan lagi meski nama korban berbeda, itu disebut ne bis in idem. Perkara tidak dalam kategori ne bis in idem, jika korban yang satu tidak berkaitan dengan korban yang lain.

Penjelasan Lembong tersebut menguatkan keterangan dua saksi dalam persidangan sebelumnya. 

Editor: Cahya Sumirat

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya

iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut