get app
inews
Aa Text
Read Next : 3 Jalur Alternatif ke Telaga Sarangan, Mana Saja?

Menelusuri Destinasi Wisata Kampung China di Manado, Sudah Ada Sejak Ratusan Tahun

Minggu, 23 Mei 2021 - 18:00:00 WITA
Menelusuri Destinasi Wisata Kampung China di Manado, Sudah Ada Sejak Ratusan Tahun
Klenteng Ban Hin Kiong dan Klenteng Kwan Kong menjadi tempat menarik untuk dikunjungi wisatawan.(Foto: Okezone/Subhan Sabu)

MANADO, iNews.id - Kawasan pecinan atau Kampung China menjadi salah satu destinasi wisata dalam kota di Manado. Menelusuri kawasan yang berada di jalan DI Panjaitan, Calaca, Kecamatan Wenang, Kota Manado, Sulawesi Utara (Sulut) ini seperti membawa kembali ke masa lalu.

Sederet bangunan tua yang umumnya ditempati oleh etnis Tionghoa masih berdiri tegak hingga kini. Kelenteng Ban Hin Kiong dan Kelenteng Kwan Kong menjadi tempat menarik untuk dikunjungi.

Apalagi ketika memasuki hari-hari raya umat. Pernak-pernik di kelenteng menjadi daya tarik bagi wisatawan. Terdapat banyak spot foto instagramable di kelenteng ini. Tentu, wisatawan lebih banyak dari hari-hari biasanya.

Di kawasan ini juga berdiri Kelenteng Ban Hin Kiong yang merupakan kelenteng tertua di Kota Manado. Kelenteng ini berdiri pada tahun 1819 dan hingga  kini sudah menjadi ikon sejarah Kota Manado dan menjadi tempat ibadah umat Kong Hu Cu, Tao, dan Buddha.

Di seberang Kelenteng Ban Hin Kiong, ada Kelenteng Kwan Kong. Kelenteng ini dibangun tahun 1967. Nama kelenteng ini diambil dari sang pahlawan jujur dan setia bernama Kwan Kong. Sehingga pada hari ke-24 bulan ke enam, kelenteng ini merayakan hari khusus. Momen itu merupakan ulang tahun yang suci Kwan Kong.

Tak sulit menemukan lokasi pecinan ini sebab berada di tengah-tengah kota. Ke sini bisa menggunakan angkot jurusan Pasar 45 atau taksi online. Dari bandara berjarak sekitar 20 kilometer. Di sekitar kawasan, banyak terdapat rumah makan atau kedai kopi.

Budayawan Tionghoa Sofyan Jimmy Yosadi mengatakan bahwa kawasan Kampung China ini sejak ratusan tahun sudah ada di daerah Kota Manado atau dulunya disebut Wenang. Awalnya kawasan ini masih berupa rawa-rawa, dibangun di belakang Benteng Fort Amsterdam yang didirikan oleh bangsa Portugis dan Spanyol.

Kemudian dilanjutkan oleh pemerintah Hindia Belanda yang namanya diubah menjadi benteng Fort Nieuw Amsterdam (Amsterdam Baru).

"Kemudian di belakang benteng oleh pemerintah Hindia Belanda dibangun pemukiman-pemukiman yang berdasarkan etnis. Ada China, Arab, termasuk Minahasa, gunanya untuk mudah mengontrol,” katanya.

Sehingga kata dia, pemerintah Hindia Belanda di mana-mana sejak Batavia sampai di beberapa daerah di nusantara adalah untuk mengontrol  jadi dikumpulkan. Semudian di belakang benteng ini lahirlah apa yang disebut dengan pemukiman khusus warga Tionghoa yang namanya Kampung China.

“Di sebelahnya ada kampung Arab ada juga disebut dengan Kampung Tomohon dan ada bantik dan sebagainya," tutur Sofyan Jimmy Yosadi kepada MNC Portal Indonesia, Minggu (23/5/2021).

Sejak ratusan tahun itu kemudian ada kawasan yang rmerupakan kumpulan orang-orang Tionghoa dan dari sinilah kemudian dibangun Klenteng pertama di tanah Minahasa, Sulawesi Utara yang namanya adalah Kelenteng ban Hin Kiong. 

Lalu kurang lebih catatan sejarahnya, artefak yang ada di dalam dokumen itu Kelenteng ini dibangun di tahun 1700-an tapi kemudian mengalami beberapa renovasi pembaharuan kemudian renovasi yang paling besar-besaran itu ada pada tahun 1918.

"Di sini ada pemimpin-pemimpin bangsa Tionghoa yang namanya kapiten China atau leutenant China yang juga merupakan pemimpin pemimpin yang oleh Belanda dipilih untuk mengontrol orang-orang ini termasuk pajak-pajak. Akhirnya dibuatkan juga satu dewan yang namanya Konghuan itu untuk mengelola Kelenteng Ban Hin Kiong dalam tata cara upacara," kata Sofyan Jimmy Yosadi.

Dari sinilah kemudian mulai bermukim banyak pendatang dari Tiongkok datang berbondong-bondong menetap di sini. Mereka mulai menyebar dan sampailah pada saat ini kawasan ini masih disebut dengan Kampung China karena baik dari struktur bangunan maupun juga kemudian dibangun kelenteng-kelenteng berikutnya.

Di Kampung China kurang lebih ada lima kelenteng. Kemudian berkembang pada tahun 1955 dan dibangun lagi beberapa kelenteng yang lain termasuk Kelenteng Kong Zi Miao yang dibangun pada tahun 2018 yang diperluas walaupun sudah ditempati sejak tahun 1984.

"Kawasan Kampung China sendiri sudah boleh dikata tidak lagi orang Tionghoa semua karena sudah akulturasi. Di sini ada orang Arab yang tinggal, ada orang Minahasa sudah campur baur, bahkan sudah terjadi asimilasi, kawin-mawin antar sesama etnis,” tuturnya.

Menurutnya, namanya saja Kampung China tapi walaupun masih ada 60 sampai 70 persen orang-orang China atau orang Tionghoa tapi boleh dikata sudah banyak juga orang lain yang bukan orang Tionghoa yang ada di kawasan ini.

Editor: Cahya Sumirat

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya

iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut