OJK Sulutgomalut Sebut Kondisi Literasi-Inklusi Sulut di Atas Nasional

MANADO, iNews.id- Berdasarkan survey nasional yang dilakukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada tahun 2019, Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) memiliki tingkat literasi sebesar 38,85 persen, dan tingkat Inklusi sebesar 83,99 persen. Dengan angka sebesar itu Sulut di atas nasional.
"Kita perlu berbangga dengan angka literasi dan inklusi di Sulut yang berada di atas rata-rata nasional, dimana tingkat literasi nasional sebesar 38,03 persen dan Inklusi sebesar 76,19 persen," kata Kepala OJK Sulutgomalut, Darwisman, pada Webinar OJK Goes to Sulut, Kamis (24/3/2022).
Namun demikian hal ini menunjukkan secara umum bahwa tingkat literasi dan inklusi keuangan di Sulut mempunyai gap sekitar 45.14 persen dimana konsumen/masyarakat belum memahami dengan baik karakteristik berbagai produk dan layanan jasa keuangan yang ditawarkan oleh lembaga jasa keuangan formal.
Darwisman mengatakan literasi keuangan merupakan keterampilan yang penting dalam rangka pemberdayaan masyarakat, kesejahteraan individu, perlindungan konsumen, dan peningkatan inklusi keuangan.
Jadi sebetulnya literasi keuangan itu apa? Literasi keuangan memiliki banyak definisi, jika mengacu pada Strategi Nasional Literasi Keuangan Indonesia (SNLKI) dapat diartikan sebagai pengetahuan, keterampilan, dan keyakinan yang mempengaruhi sikap dan perilaku untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan pengelolaan keuangan dalam rangka mencapai kesejahteraan.
"Literasi keuangan telah menjadi isu penting saat ini karena tanpa memahami konsep keuangan dasar, seseorang tidak memiliki bekal keahlian dalam pengambilan keputusan mengenai pengelolaan keuangan dan pemilihan instrumen finansial mengenai tabungan, investasi, pinjaman, dan lainnya," tutur Darwisman.
Rendahnya tingkat literasi keuangan ini memberikan dampak kepada masyarakat menjadi lebih rentan dalam menghadapi berbagai risiko keuangan, seperti ketidaksiapan terhadap pengeluaran tak terduga/darurat, kesenjangan sosial sampai dengan rawan terjebak pada skema penipuan produk keuangan yang tidak berizin/ilegal.
Masyarakat yang memiliki akses keuangan cenderung tidak hanya menghabiskan dananya untuk kesenangan sesaat, tetapi lebih kepada kebutuhan dan mempersiapkan dana untuk keadaan darurat dan merencanakan masa depan.
"Pada akhirnya, peningkatan jumlah masyarakat yang memiliki akses keuangan berkontribusi positif kepada pertumbuhan ekonomi serta pengentasan kemiskinan," ujar Darwisman.
Editor: Cahya Sumirat