Soal Jual Beli Jabatan, KPK: Ini Modus Korupsi yang Kerap Dilakukan Kepala Daerah
JAKARTA, iNews.id - Peringatan keras disampaikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kepada para kepala daerah agar menjauhi potensi benturan kepentingan dan penyalahgunaan kewenangan, khususnya dalam proses lelang jabatan, rotasi, mutasi serta promosi ASN. Sebab, belakangan ini jual beli jabatan jadi modus korupsi para kepala daerah.
Paling baru KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) yang menjaring Bupati Probolinggo, Puput Tantriana Sari (PTS) dan suaminya Hasan Aminuddin (HA) yang merupakan Wakil Ketua Komisi IV DPR Fraksi Nasdem. Keduanya resmi menjadi tersangka kasus dugaan suap jual beli jabatan Kepala Desa (Kades) secara massal
"Jual beli jabatan menjadi salah satu modus korupsi yang kerap dilakukan kepala daerah," kata Plt Juru Bicara Bidang Pencegahan KPK, Ipi Maryati Kuding di Jakarta, Selasa (31/8/2021).
Kasus jual beli jabatan terbaru yang diungkap KPK terjadi di Probolinggo, Jawa Timur. KPK mengungkap adanya praktik jual beli jabatan penjabat kepala desa (kades) di Probolinggo dengan harga Rp20 juta ditambah upeti penyewaan tanah kas desa sebesar Rp5 juta per hektare.
Dalam perkara itu, KPK menetapkan Bupati Probolinggo, Puput Tantriana Sari dan suaminya yang merupakan Anggota DPR Fraksi Nasdem, Hasan Aminuddin sebagai tersangka. KPK juga menjerat 20 tersangka lainnya.
Lebih lanjut, Ipi menjelaskan KPK juga sudah memetakan celah tindak pidana korupsi di daerah selain jual beli jabatan. Mayoritas celah korupsi di daerah yakni berada di sektor pengadaan barang dan jasa. KPK kerap menemukan kasus suap pengadaan barang dan jasa di daerah.
"Dari hasil pemetaan KPK atas titik rawan korupsi di daerah, KPK mengidentifikasi beberapa sektor yang rentan terjadi korupsi, yaitu di antaranya terkait belanja daerah seperti pengadaan barang dan jasa," ucap Ipi.
Tak hanya itu, KPK juga mengendus adanya potensi penyelewengan di sektor penerimaan daerah serta sektor perizinan. KPK mewanti-wanti para kepala daerah agar menjauhi segala bentuk tindakan yang berpotensi berujung pada praktik rasuah ataupun merugikan negara.
"Kemudian, korupsi pada sektor penerimaan daerah mulai dari pajak dan retribusi daerah maupun pendapatan daerah dari pusat; dan korupsi di sektor perizinan mulai dari pemberian rekomendasi hingga penerbitan perizinan," katanya.
Editor: Cahya Sumirat