MANADO, iNews.id – Tahun 2020 sebentar lagi berlalu. Selama 12 bulan berjalan ada banyak peristiwa di Kota Manado yang acapkali menyedot perhatian lebih warga.
Pilkada di tengah pandemi Covid-19 yang cukup menguras banyak energi itu salah satunya. Apalagi calon wali kota yang terpilih kali ini berbeda.
Sejak awal kampanye, semarak Pilkada menggelinding bak bola panas. Letupan kecil para pendukung kadang membuat cemas. Apalagi Kota Manado yang berkedudukan sebagai Ibu Kota Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) pengaruhnya cukup kuat.
Pengalaman telah mencatat, Kota Manado sejak lama dikenal sebagai kota paling toleran. Saat isu suku, agama, ras dan antargolongan (SARA) di beberapa daerah gaungnya makin kencang, tapi di kota ini nyaris tak terdengar.
Tidaklah heran jika saat hiruk pikuk kampanye Pilkada Serentak 2020 sempat menggelinding isu politik identitas tidak laku di masyarakat Kota Manado. Siapa pun kandidat yang jualan isu tersebut sudah pasti akan ditinggalkan pemilih.
Faktanya, dari hasil rapat pleno KPU Kota Manado pasangan calon (paslon) nomor urut satu Andrei Angouw dan Richard Sualang meraih perolehan suara tertinggi dibandingkan tiga paslon lainnya.
Keduanya memperoleh 88.303 suara disusul oleh paslon nomor urut empat Julyeta Paula Runtuwene dan Harley Mangindaan dengan perolehan suara 66.730 suara. Diposisi ketiga ada paslon nomor urut tiga Mor Dominus Bastiaan dan Hanny Joost Pajouw dengan 53.090 suara, sedangkan paslon nomor urut dua Sonya S Kembuan dan Syarifudin Saafa meraih 32.224 suara.
Berikut kaleidoskop 2020 terkait terpilihnya Andrei Angouw yang berpasangan dengan Richard Sualang menjadi Wali Kota Manado. Ini menjadi sejarah baru di Sulut dan mungkin juga di Indonesia. Politikus PDI Perjuangan itu menjadi wali kota pertama dari etnis Tionghoa yang beragama Konghucu.
Banyak Doa dan Harapan
Doa, harapan dan ucapan selamat pun menggema. Ribuan umat Khonghucu di seluruh Indonesia ikut mengucap syukur melalui puluhan group whatsapp dan media sosial facebook. Mereka berharap semoga Andrei Angouw menjadi pemimpin yang baik bagi semua golongan masyarakat dan sukses menjalankan tugas pengabdian.
"Sebagai pimpinan Pusat Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (MATAKIN) yang disebut Dewan Rohaniwan MATAKIN sekaligus sebagai Ketua Bidang Hukum & Advokasi MATAKIN Pusat, mengucap syukur atas kepercayaan masyarakat," ujar Ketua Bidang Hukum dan Advokasi MATAKIN Sofyan Jimmy Yosadi, Kamis (10/12/2020).
Dia mengatakan terpilihnya Andrei Angouw membuktikan masyarakat sudah cerdas dan menolak politik identitas. Dari Manado dan Sulawesi Utara, kita telah membuktikan bahwa keragaman dan kebhinekaan terus digaungkan demi NKRI dan dilandasi ideologi Pancasila.
Ini sejarah baru pertama kali seorang umat Khonghucu menjadi wali kota. Sebelumnya Andrei Angouw telah menoreh sejarah sebagai ketua DPRD Provinsi pertama di Indonesia yang beragama Khonghucu.
Toleransi Beragama
Toleransi bukanlah kata asing bagi Andrei Angouw. Toleransi umat beragama justru sudah tercipta dalam keluarganya. Meski menganut agama Konghucu, istrinya Irene G Pinontonan justru menganut agama lain, yakni Kristen Protestan.
Namun itu tidak menjadi masalah bagi Andrei, intinya yang penting rukun-rukun.
"Yang penting keluarga rukun, bisa membina anak-anak, bisa menjadi bagian yang baik untuk membesarkan bangsa ini, itu paling penting," kata Andrei.
Menurutnya, keluarga itu sel terkecil dari suatu negara, dari keluarga-keluarga terbentuk itu negara, setiap negara punya nilai-nilai sendiri, nilai-nilai keluarga inilah yang membentuk nilai-nilai negara. Kalau keluarga berantakan, negara berantakan.
"Yang penting kita berniat membangun bangsa ini, kita bekerja untuk seluruh masyarakat tanpa melihat agama, etnis dari masyarakat tersebut. Jadi untuk saya itu hal yang not big deal," ujar ayah empat orang anak ini.
Dia berharap Kota Manado menjadi contoh bagi daerah-daerah lain bahwa bukan lihat agama bukan lihat etnisnya, lihat nanti kerjanya.
Tumbuhkan Harapan Baru
Politikus PDI Perjuangan itu bakal menjadi Wali Kota Manado pertama dari etnis Tionghoa yang beragama Konghucu setelah dilantik tahun 2021. Bahkan pria kelahiran Manado 23 Mei 1971 sekaligus memecahkan mitos selama ini dimana PDI Perjuangan belum pernah sekalipun memenangkan kontestasi di Pilwako Manado.
Andrei Angouw berharap jika nanti dia dilantik sebagai Wali Kota Manado dia mengaku tidak punya langkah 100 hari pertama. Program 100 hari itu menurutnya karena masyarakat biasa instan, padahal yang perlu diketahui, banyak hal tidak bisa instan.
"Tentu kita harus menata semuanya, ada hal-hal yang bisa quick wins, nanti ada hal-hal quick wins tapi nanti pun kalau Tuhan berkenan, semuanya berjalan lancar, saya itu dilantik bulan Mei 2021, itu APBD tahun 2020 sementara berjalan,”katanya.
Jadi kata dia, mengenai program-program tentu harus meneruskan program yang sudah ada di APBD.
“Saya akan benahi sistemnya dulu, tapi tentu saya harus pelajari aturannya, jadi kita harus benahi dari SDMnya dulu dan nanti program-program saya mulai masuk di APBD perubahan," tutur Andrei Angouw.
Selain itu, dia mengaku akan merangkul kontestan pilkada yang lain untuk sama-sama membangun Kota Manado, karena baginya, membangun harus bersama-sama.
Dia mengajak semuanya untuk bersatu, tinggalkan perbedaan-perbedaan, perselisihan, konflik-konflik yang terjadi selama kontestasi pilkada dan ini saatnya bekerja bagi masyarakat kota Manado.
Andrei juga mengimbau kepada para pengurus, kader, relawan, simpatisan dan pendukungnya untuk tidak jumawa, dan mohon kepada yang lain untuk lapang dada. Ini adalah awal dari kerja keras bekerja membangun kota tercinta.
"Ini saatnya masyarakat Kota Manado bersatu kembali untuk bersama-sama membangun Kota Manado tercinta. Kami akan berkerja untuk seluruh masyarakat Kota Manado," kata Andrei.
Kita tunggu sepak terjang seorang Andrei membangun Kota Manado. Namun yang pasti terpilihnya Andrei juga menegaskan perbedaan keyakinan, suku dan ras tak jadi halangan untuk mengabdi.
"Ini menunjukkan Sulut sebagai daerah yang menghargai pluralisme, tidak ada dikotomi mayoritas dan minoritas," kata Andrei dalam sebuah kesempatan.
Editor : Cahya Sumirat
Artikel Terkait