Sadis! Pastor Katolik Dibunuh Relawan Gereja

PARIS, iNews.id - Tindakan sadis dilakukan pengungsi asal Rwanda yang dituduh terlibat dalam pembakaran Katedral di Nantes pada tahun lalu. Dia membunuh seorang pastor Katolik di Prancis, Senin (9/8/2021).

Menteri Dalam Negeri Prancis Gerald Darmanin menyampaikan belasungkawa kepada keluarga serta umat Katolik atas pembunuhan tersebut.

Baca Juga

Daftar Lengkap Penerapan PPKM Level 3 dan 4 untuk 15 Kabupaten Kota se-Sulut

“Saya menyampaikan dukungan penuh kepada umat Katolik negara ini terkait pembunuhan dramatis seorang pastor di wilayah Vendee,” kata Darmanin di Twitter, dikutip dari AFP, Selasa (10/8/2021).

Seorang sumber yang dekat dengan penyelidikan mengatakan, pelaku, disebutkan bernama Emmanuel A, menyerahkan diri ke kepolisian Kota Mortagne sur Sevre dan mengakui telah membunuh pastor. Tak disebutkan apa motifnya membunuh korban.

Baca Juga

Pasien Sembuh dari Covid-19 di Sulut Bertambah 465 orang

Disebutkan pula, Emmanuel masih di bawah pemantauan pengadilan terkait kasus kebakaran Katedral Gothic di Nantes pada 18 Juli 2020. Dia awalnya ditahan namun dibebaskan di bawah pemantauan.

Sumber itu menambahkan, pelaku dan korban, berusia 60 tahun, sudah saling kenal. Dia berkunjung ke gereja sejak beberapa bulan terakhir.

Baca Juga

Kapolda Sulut Bagikan 300 Paket Sembako kepada Buruh Pelabuhan Manado Terdampak PPKM

Emmanuel merupakan pencari suaka dari Rwanda yang sudah tinggal di Prancis beberapa tahun. Dia bekerja sebagai relawan di Katedral Nantes.

Baca Juga

Bulog Sulutgo Salurkan Bantuan Beras PPKM Khusus Penerima BPNT ke 61.337 Keluarga

Sementara itu pemimpin sayap kanan yang juga anti-imigran, Marine Le Pen, mengatakan  di Prancis siapa saja bisa menjadi imigran ilegal, membakar katedral, namun tidak diusir. Bahkan setelah itu pelaku kembali berbuat kriminal dengan membunuh pastor.

Pernyataan itu langsung ditepis Menteri Darmanin yang menuduhnya mengeluarkan pernyataan tanpa berdasarkan fakta. Darmin menegaskan, pria itu tidak bisa diusir dari Prancis selama berada di bawah proses peradilan.

Editor: Cahya Sumirat