CEO Moderna: Vaksin Covid-19 yang Ada Saat Ini Kurang Efektif Atasi Varian Omicron
NEW YORK, iNews.id - Prediksi CEO Moderna, Stéphane Bancel, bahwa vaksin Covid-19 yang ada saat ini kurang efektif mengatasi varian Omicron yang berasal dari Afrika cukup mengejutkan. Prediksi tersebut memicu kekhawatiran sehingga pasar keuangan dan komoditas dunia bergejolak.
Dalam wawancara dengan Financial Times, Selasa (30/11/2021), Bancel mengatakan bahwa efektivitas vaksin Covid-19 yang ada saat ini baru berada pada pada tingkat untuk mengatasi varian Delta yang telah tersebar luas.
Namun dengan munculnya varian Omicron yang lebih dahsyat dampaknya dibandingkan varian Delta, Bancel memperkirakan ada "penurunan material" dalam efektivitas vaksin Covid-19 yang ada saat ini.
Menurut dia, Moderna sedang melakukan penelitian untuk menguji efektifitas vaksin Covid-19 terhadap varian Omicron, dan sedang menunggu data tentang ini.
Bancel mengungkapkan, kekhawatiran utama tentang varian Omicron didorong oleh 32 mutasi pada protein, dan hal itu lebih tinggi dari varian yang dirancang untuk ditargetkan oleh vaksin Covid-19 yang ada saat ini.
Dia mengatakan, sebagian besar ahli berpikir varian virus Covis-19 yang sangat bermutasi seperti yang ditunjukan varian Omicron tidak akan muncul selama satu atau dua tahun lagi. Kenyataannya, varian Omicron telah muncul di Afrika dan mulai meluas ke berbagai negara.
Bancel memaparkan, produsen vaksin seperti Moderna mungkin membutuhkan waktu berbulan-bulan untuk memproduksi vaksin secara massal untuk secara khusus melindungi penerima dari varian Omicron.
Pernyataan Bancel tersebut memicu kekhawatiran pelaku pasar di seluruh dunia. Minyak mentah berjangka turun 3 persen, indeks Nikkei 225 Jepang turun lebih dari 1,6 persen, dan stok vaksin utama seperti Moderna dan BioNTech cenderung turun di pasar berjangka.
Pekan lalu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengklasifikasikan Omicron sebagai varian kekhawatiran setelah pertama kali terdeteksi oleh pejabat kesehatan di Afrika Selatan.
Meskipun tidak banyak yang diketahui tentang varian baru saat ini, diyakini sebagai penyebab wabah yang berkembang pesat di provinsi Gauteng yang berpenduduk padat di Afrika Selatan.
Kekhawatiran tentang varian yang lebih resisten terhadap vaksin dan menghindari kekebalan telah mendorong beberapa negara, termasuk AS, Jepang, Israel, Prancis Inggris, Italia, untuk memberlakukan pembatasan pada pelancong yang masuk dari Afrika selatan.
Editor: Cahya Sumirat