7 Pakaian Adat Sulawesi Utara: Penuh Warna, Indah dan Ada yang Terbuat dari Serat Pisang

MANADO, iNews.id - Provinsi Sulawesi Utara terletak di utara Pulau Sulawesi. Daerah yang dikenal dengan sebutan Nyiur Melambai ini di dalamnya terdiri atas beragam suku seperti suku Minahasa, Bolaang Mongondow, Sangihe, Talaud, Gorontalo, Siau bahkan Tionghoa.
Setiap suku di Sulawesi Utara tersebut memiliki pakaian adat yang khas antara satu suku dengan suku lainnya. Sering jalan menyebut, jika dilihat sepintas tampak sama, namun aksesoris dan perlengkapan yang dikenakan di tiap busana berbeda.
Pakaian adat Sulawesi Utara selain beragam juga memiliki fungsi berbeda. Ada pakaian yang digunakan khusus untuk menikah, ada pula yang hanya digunakan dalam acara adat.
Nah, berikut ini 7 pakaian adat Sulawesi Utara yang masih sering dipakai hingga sekarang.
1.Pakaian Adat Sangihe dan Talaud
Daerah Kepulauan Sangihe dan Talaud termasuk salah satu daerah di Sulawesi Utara yang juga mempunyai pakaian adat adat sendiri dari Suku Sangihe Talaud.
Busana tersebut biasanya dikenakan ketika acara adat bernama Upacara Tulude. Pakaian adat yang satu ini terbuat dari bahan serat kofo, yakni sejenis tanaman pisang dan punya serat batang yang kuat.
Prosesnya, serat kofo tersebut kemudian dipintal, ditenun dan dijahit menjadi pakaian yang dinamakan Busana Laku Tepu.
Laku Tepu sendiri berbentuk baju lengan panjang dengan untaian sampai ke tumit.
Pria dan wanita diperbolehkan untuk memakai Laku Tepu dan biasanya dilengkapi dengan aksesoris lain seperti popehe (ikat pinggang), bandang (selendang bahu), paporong (penutup kepala) dan kahiwu (rok rumbai).
Warna dasar busana ini adalah kuning, merah hijau ataupun berbagai warna cerah lainnya.
Busana adat warga Sangihe ini dibedakan menjadi tiga ranah yaitu busana adat untuk pemerintahan, pernikahan, serta busana adat untuk ritual.
2. Pakaian Adat Bolaang Mongondow
Suku Bolaang Mongondow merupakan salah satu suku di Sulawesi Utara dan pernah membangun kerajaan di masa lampau.
Kemajuan kebudayaan suku tersebut mewariskan pakaian adat Sulawesi Utara yang turun temurun jadi budaya sampai saat ini.
Pakaian dari Suku Bolaang Mongondow dibuat dari serat kulit kayu atau pelepah nanas, atau yang disebut oleh penduduknya dengan nama lanut, yang kemudian ditenun dan dijahit jadi busana sehari–hari.
3, Pakaian Adat Minahasa Bajang
Jika ditelusuri dari latar budaya di Sulawesi Utara, Suku Minahasa menjadi ikon serta ciri khas provinsi yang satu ini dan termasuk salah satunya pakaian adat.
Suku Minahasa mendiami wilayah sekitaran semenanjung Sulawesi Utara. Di Minahasa ada Kota Airmadidi yang jadi bagian dari kabupaten MInahasa Utara hasil pemekaran dari Kabupaten Minahasa.
Suku ini disebutkan memiliki peradaban lebih maju apabila dibandingkan dengan suku–suku lain pada masa lalu.
Terdapat beberapa bukti yang membenarkan hal tersebut, misalnya dari aspek pengetahuan serta keterampilan dalam memintal kapas untuk memenuhi kebutuhan sandang. Busana tersebut yang kemudian dinamakan Bajang.
Pakaian adat Suku Minahasa biasanya digunakan untuk upacara adat dan punya ciri khas baju bawahan sarung, dilengkapi dasi dan destar segitiga.
Untuk perempuan memakai kebaya dan bawahan yapon serta perhiasan diselipkan pada sanggul rambut, leher, lengan dan telinga.
4. Pakaian Kohongian
Sebelumnya, pakaian Kohongian ini bersifat eksklusif. Pakaian ini tidak bisa digunakan sembarangan sebab Pakaian Kohongian hanya boleh dikenakan oleh anggota masyarakat berstatus sosial kalangan bangsawan saat upacara pernikahan.
Seiring waktu perubahan zaman pakaian adat Sulawesi Utara ini boleh dicoba oleh siapa pun tanpa memandang status sosial.
5. Busana Simpal
Pakaian adat Sulawesi Utara selanjutnya adalah Busana Simpal. Mirip seperti Kohongian, Busana Simpal dulunya juga khusus untuk masyarakat yang masuk ke golongan bangsawan saja, misalnya golongan pendamping pemerintah kerajaan.
Busana Simpal akan dikenakan jika ada acara adat tertentu, salah satunya yaitu ketika upacara pernikahan.
6. Pakaian Adat Tonaas Wangko dan Walian Wangko
Pakaian Tonaas Wangko dan Walian Wangko berpadukan warna dasar hitam dominan serta dihiasi motif bunga padi pada leher baju, ujung lengan dan sepanjang bagian depan baju yang terbelah.
Sama seperti pakaian adat Sulawesi Utara lainnya, Tonaas Wangko dan Walian Wangko berfungsi sebagai pakaian pemuka adat.
Namun, pada pria dilakukan modifikasi sehingga bentuknya lebih panjang tampak seperti jubah.
Kemudian, pakaian kemeja lengan panjangnya berkerah tinggi dan berkancing tanpa ada saku. Motif dari bajunya berwarna kuning keemasan, sebagai pelengkapnya seringkali disandingkan dengan topi warna merah dan bermotif bunga padi.
Sedangkan untuk busana wanitanya, berbentuk kebaya panjang putih atau ungu, kain sarong batik berwarna gelap dan topi mahkota.
Selain itu, dipadukan juga dengan kalung leher, selempang warna kuning atau merah, selop dan sanggul.
7. Pakaian Adat Gorontalo
Pakaian adat khas Gorontalo memiliki bahan kapas mentah yang sudah dijadikan benang. Untuk laki laki, menggunakan pakaian dengan model lengan pendek dan tambahan aksesoris, seperti tudung makuta, pasimeni, dan kalung bakso.
Kemudian, wanita memiliki pakaian adat dengan ciri bentuk kebaya tanpa motif. Untuk bagian bawahannya, menggunakan sarung. Aksesoris yang digunakan adalah gelang padeta, ikat pinggang, hingga Baya Lo Boute (ikat kepala atau rambut).
Pakaian adat tersebut biasanya dikenakan saat acara pernikahan atau disebut dengan Payungga dan Walimono. Selain itu, baju adat khas Gorontalo memiliki filosofi dalam warna yang mereka gunakan.
Demikian sekilas 7 pakaian adat Sulawesi Utara. Semiga dalat menambah wawasan mengenai kebudayaan daerah yang beragam dari tanah air tercinta ini.
Editor: Cahya Sumirat