Sejarah Meletusnya Gunung Ruang, Pernah Picu Tsunami Dahsyat hingga Tewaskan 400 Orang

15 November 1874 terjadi erupsi hebat menyemburkan abu dan batuan pijar, asap erupsi membumbung dari kawah, longsoran meluncur di sepanjang lereng gunung api, tanaman banyak yang rusak dan rumah penduduk terbakar.
Tahun 2002 Erupsi yang bersifat eksplosif dengan tinggi kolom letusan mencapai kurang lebih 20 KM yang disertai dengan aliran awan panas dan melanda wilayah seluas 1,6 kilometer bujur sangkar. Sedikitnya 1.200 warga harus diungsikan dan sejumlah rumah warga hancur.
Setelah sempat tertidur selama 13 tahun, gunung api dengan ketinggian 725 meter di atas pemukaan laut ini kembali erupsi pada Maret 2015. intensitas kegempaan gunung yang terletak di Pulau Tagulandang itu fluktuatif antara 25 hingga 30 kali dalam rentang waktu 5 hingga enam jam.
Bahaya erupsi gunung api Ruang terutama berupa hempasan awan panas dan aliran lava yang dapat melanda seluruh pulau. Sedangkan bahaya terhadap pulau di sekitarnya yang berdekatan dapat berupa jutuhan bom vulkanik, lapili sampai abu yang mungkin masih panas. Bahaya lahar hanya terbatas di Pulau Ruang saja.
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memperingatkan potensi tsunami akibat erupsi Gunung Ruang di Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro (Sitaro), Sulawesi Utara.
“Kita patut mewaspadai erupsi Gunung Ruang ini karena memiliki catatan sejarah tsunami akibat erupsinya,” ungkap Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG, Daryono dalam keterangannya kepada awak media, Kamis (18/4/2024).
Daryono mengatakan peristiwa tsunami bersifat destruktif atau merusak akibat erupsi Gunung Ruang pernah terjadi pada tahun 1871. Tsunami terjadi setinggi 25 meter dan menewaskan sebanyak 400 orang.
“Peristiwa tsunami Gunung Ruang tahun 1871 setinggi 25 meter menewaskan sekitar 400 orang. Saat itu diperkirakan sumber tsunami adanya deformasi di tubuh gunung yang membangkitkan tsunami,” kata Daryono.
Daryono pun menjelaskan bahwa ada banyak sebab tsunami akibat erupsi gunung api. Utamanya terjadi akibat fenomena flank collapse atau runtuhnya sebagian atau keseluruhan badan gunung tapi bisa juga karena kontak magma dengan air laut atau kontaknya awan panas (pyroclastic cloud) dengan muka air laut.
Daryono mengatakan BMKG terus fokus memonitor muka laut di sekitar Gunung Ruang. Pemantauan ini, kata Daryono, menggunakan peralatan Tide Gauge milik Badan informasi Geospasial (BIG) dan Automatic Weather System Maritim BMKG.
“Semua peralatan monitoring muka laut ini sudah terintegrasi dalam sistem Ina TNT BMKG. Indonesia Tsunami Non Tektonik. Hasil monitoring BMKG semua normal tanpa ada anomali seperti yang kita khawatirkan,” kata Daryono.
Editor: Kastolani Marzuki